Manado, Portalsulutnew.com – Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud di Beo dinilai kurang komprehensif dalam menangani kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2023. Kasus ini menyeret proyek pembangunan di SMA Negeri 2 (Smandu) Beo, Kecamatan Beo Selatan.
Anehnya, penyidik langsung menetapkan empat tersangka berinisial CADR, MMW, OLT, dan AYK kini mendekam di Rutan Kelas II/A Manado sejak Selasa, 16 September 2025, setelah penyidik Kejari Beo menilai ada cukup bukti untuk menjerat mereka dalam perkara korupsi proyek pendidikan bernilai miliaran rupiah itu.
Iwan Aloisius Moniaga, aktivis anti rasuah Sulawesi Utara mengatakan, penyidik Kejaksaan mestinya memeriksa keterangan setiap oknum yang terkait dalam hal ini.
“Awalnya soal pemanfaatan bangunan laboratorium yang dianggap tidak dimanfaatkan, hingga dilakukan proses awal perkara ini. Kalau demikian, penyidik mesti mengambil keterangan oknum kepsek soal pemanfaatan bangunan,” jelas dia.
Selain itu, tambah aktivis GMNI ini, konsultan perencana mestilah diperiksa.
“Supaya diketahui pasti apa saja yang direncanakan sejak awal,” tuturnya.
Hal yang paling disoal adalah sosok Politisi Kota Manado yang dikabarkan sebagai pelaksana atau pihak ketiga.
“Infonya ada nama Politisi yang disebut sebagai pihak ketiga proyek, dan penyidik sepertinya sudah tau oknum itu, tapi kok belum diperiksa. Ada apa ini?” tanya Moniaga.
Kepala Cabang Kejari Kepulauan Talauddi Beo, Christian Evani Singal, S.H., M.H., membeberkan bahwa proyek di SMAN 2 Beo tahun 2023 meliputi rehabilitasi ruang kelas dan toilet, pembangunan laboratorium komputer, serta asrama siswa. Seluruh proyek ini bersumber dari DAK Tahun Anggaran 2023 dan dilaksanakan oleh CV Sandcapepentu Abadi dengan masa kerja 150 hari kalender—mulai 3 Juli hingga 29 November 2023.
Namun, di balik laporan penyelesaian proyek yang sudah dibayar 100%, jaksa menemukan fakta pahit: volume pekerjaan tidak sesuai kontrak, dan spesifikasi bangunan banyak yang menyimpang.
“Dari hasil pemeriksaan fisik oleh Tim Ahli Konstruksi Politeknik Negeri Manado dan auditor Kejati Sulut, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.347.940.222,28,” ungkap Singal.
Kuasa Hukum: Audit Internal Bukan Tolok Ukur Final
Steven Supit, S.H., kuasa hukum salah satu tersangka, justru mengapresiasi proses hukum, namun menyoroti aspek transparansi dalam penentuan angka kerugian negara.
Menurut Supit, audit yang dilakukan oleh auditor internal Kejati belum tentu menggambarkan nilai kerugian sebenarnya.
“Idealnya, audit dilakukan oleh BPKP atau BPK, bukan hanya auditor internal,” tegasnya.
Ia juga menantang agar semua pihak yang terlibat dibuka secara terang benderang di pengadilan Tipikor Manado.
“Klien saya siap bicara jujur di persidangan. Kami akan buktikan siapa saja yang benar-benar terlibat, bukan hanya yang ditetapkan saat ini,” ujar Supit. ***



