Salah satu makanan Roti Tradisional yang legendaris dari Minahasa Sulawesi Utara (Sulut) adalah “Kolombeng”, sebuah kue kering yang diyakini telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Roti ini tidak hanya memiliki cita rasa khas, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan budaya bagi masyarakat Minahasa.
Konon asal usul kata “Kolombeng” sendiri diperkirakan berasal dari bahasa Belanda, mengingat pengaruh kuliner Eropa yang kuat di Minahasa pada masa itu. Roti (Kolombeng) ini dahulu menjadi makanan favorit masyarakat karena daya tahannya yang lama dan teksturnya yang kering, sehingga cocok untuk disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Kue tradisional Kolombeng ini dibuat dengan bahan-bahan sederhana yang mudah ditemukan, seperti tepung terigu, telur, gula, mentega, dan baking soda. Proses pembuatannya pun cukup mudah, namun membutuhkan kesabaran dan ketelitian agar menghasilkan tekstur yang renyah dan rasa yang khas.
Berikut adalah langkah-langkah umum dalam pembuatan Kolombeng:
Campurkan tepung terigu dengan gula dan baking soda dalam sebuah wadah. Tambahkan telur dan mentega, lalu aduk hingga adonan merata. Cetak adonan dalam bentuk kecil-kecil sesuai selera. Panggang dalam oven hingga berwarna kecokelatan dan matang sempurna. Biarkan dingin sebelum disimpan agar tetap renyah.
Kolombeng memiliki tekstur kering dan rasa yang sedikit manis dengan aroma khas dari mentega. Karena daya tahannya yang lama, roti ini sering dijadikan camilan saat bersantai atau teman minum teh dan kopi.
Kue Kolombeng saat ini masih dapat ditemukan di beberapa toko roti tradisional di Sulawesi Utara, terutama di daerah Minahasa. Namun, dengan semakin maraknya makanan modern, roti ini mulai jarang ditemui.
Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk tetap melestarikan dan memperkenalkan Kolombeng sebagai bagian dari kekayaan kuliner Nusantara.
Dengan sejarah panjang dan cita rasa yang unik, Kolombeng adalah salah satu bukti kekayaan kuliner Minahasa yang patut dipertahankan. Menikmati Kolombeng bukan hanya sekadar mencicipi makanan tradisional, tetapi juga mengenang sejarah dan budaya yang melekat di dalamnya.
***





