04 April 1961 Momentum Sejarah yang Mengukir Persatuan Bangsa, ‘Permesta Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi’

oleh

MANADO,Portalsulutnew.com – Indonesia sebagai sebuah bangsa besar tidak luput dari perjalanan sejarah yang penuh dinamika. Salah satu bab penting dalam sejarah nasional adalah peristiwa kembalinya gerakan Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Peristiwa ini tidak hanya menjadi simbol berakhirnya konflik bersenjata antara pusat dan daerah, tetapi juga mencerminkan kekuatan rekonsiliasi dan semangat persatuan yang terus mengakar dalam jiwa bangsa Indonesia.

Dirangkum dari berbagai sumber, gerakan Permesta ini muncul sebagai bentuk kritik terhadap ketimpangan pembangunan dan dominasi kekuasaan pusat terhadap daerah. Tokoh-tokoh seperti Letkol Ventje Sumual menjadi figur sentral dalam upaya memperjuangkan otonomi yang lebih luas dan pembagian sumber daya yang lebih adil.

Setelah melalui konflik yang panjang dan melelahkan, berbagai upaya diplomasi dan pendekatan persuasif dilakukan. Pemerintah Indonesia menunjukkan kebesaran hati dengan membuka pintu maaf bagi para anggota Permesta yang bersedia kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca : Frits Johanes Tumbelaka dan Diplomasi Damai di Tengah Gejolak Permesta

Momen puncaknya terjadi pada tahun 1961 ketika sejumlah tokoh Permesta, termasuk Ventje Sumual, secara resmi menyatakan kesetiaan kembali kepada NKRI. Peristiwa ini bukan sekadar penyerahan senjata, tetapi merupakan wujud rekonsiliasi nasional yang tulus. Pemerintah pusat menyambut baik keputusan ini, dan proses reintegrasi pun berjalan secara damai.

04 April 1961 menjadi momentum bersejarah yang mengukir persatuan bangsa Indonesia dengan kembalinya Permesta ke Pangkuan Ibu Pertiwi. Hal itu ditandai dengan penerimaan pasukan Permesta dari AE Kawilarang, DJ Somba dan lainnya oleh Pangdam Brigjen. Soenandar Pridjosoedarmo, berlokasi di lapangan antara Lopana – Malenos (sekarang Malenos Baru, Minahasa Selatan).

Frits Johanes (F.J) Tumbelaka (Broer Tumbelaka), salah satu tokoh penting dalam proses rekonsiliasi antara pemerintah pusat dan gerakan Permesta. Dalam catatan Broer Tumbelaka yang dibuat pada 08 April 1961, menuliskan rangkaian perjalanan menuju 04 April 1961. Berawal dari pertemuan informal antara Panglima Brawijaya, Kolonel Soerachman dengan FJ Tumbelaka pada Oktober 1959 di kediaman Kolonel Soerachman, jalan Ijen Nomer 44, Malang – Jawa Timur.

Selanjutnya, pertengahan Oktober 1959, pertemuan antara Kolonel Soerachman (Panglima Brawijaya) dengan FJ Tumbelaka (Broer) lahirlah rencana untuk memanggil pihak Permesta kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Beberapa hari kemudian rencana tersebut dibicarakan dengan Overste (sekarang Letnan Kolonel) Soetarto (Asisten I / Brawijaya) dan Overste Soenarjadi (Kepala Staf Brawijaya) yang menurut rencana akan mengganti Overste Moersjid sebagai Komandan Komando Operasional Merdeka

Baca : Selasa 15 Maret 1960 “Pertemuan” Pertama Menuju Permesta Kembali Ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Pada 21 November 1959. Pembicaraan FJ Tumbelaka dengan Kolonel Soerachman, Overste Soetarto dan Overste Soenarjadi yang baru kembali dari Manado. Dalam pertemuan ini memberikan laporan tentang situasi didaerah Sulawesi Utara dan Tengah. Diputuskan FJ Tumbelaka bersama bahwa FJ Tumbelaka perlu berangkat ke Manado akan tetapi setelah timbang terima antara Overste Soenarjadi dan Overste Mursjid.

Pada 05 Januari 1960, F.J Tumbelaka berangkat ke Manado. Setelah tiba di Manado diadakan pembicaraan dengan Overste Soenarjadi dan Asisten I, Kapten Aris M. Diputuskan FJ Tumbelaka akan mengadakan orientasi seperlunya untuk menetapkan rencana usaha selanjutnya.

Setelah mengadakan orientasi secukupnya, maka dicari seorang kurir yang dapat menghubungi D.J Somba salah satu Tokoh Utama Permesta. Dengan perantaraan Mayor Lalu dan Letnan Theo Lucas, diperoleh seorang kurir yang bernama S.H Ticoalu (Tjame)

Pada 04 Februari 1960, kurir tersebut berangkat dari Manado dengan membawa sepucuk surat dari FJ Tumbelaka untuk disampaikan kepada DJ. Somba. Setelah itu, pada 26 Februari 1960. Tjame Ticoalu kembali dengan membawa surat balasan dari DJ Somba.

15 Maret 1960, sekira jam 16:35 untuk pertama kalinya F.J Tumbelaka bertemu dengan DJ Somba di Matungkas (sekarang Minahasa Utara), berrtempat di kediaman keluarga Polii.

Dalam pertemuan itu membuahkan hasil antara lain :

  1. Pihak Permesta bersedia mengadakan penyelesaian.
  2. Pertemuan berikut ditetapkan pada tanggal 1 Mei 1960,dimana DJ. Somba akan memanggil beberapa Komandan bawahannya.

Didalam pertemuan itu juga disampaikan pula kepada DJ. Somba, bahwa meskipun diadakan usaha-usaha kearah penyelesaian, tetapi operasi-operasi militer dilancarkan terus.

Setelah mengadakan hubungan dengan Kolonel Soerachman, pada tanggal 14 April 1960, FJ Tumbelaka melaporkan hasil-hasil pertemuan di Matungkas kepada MKN / KASAD, Jenderal. AH. Nasution, di Jakarta.

Berhubung pengangkatan FJ Tumbelaka sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Utara Tengah (Sulutteng) pada tanggal 20 Mei 1960, maka pertemuan ke-2 dengan DJ. Somba tidak dapat diadakan pada waktunya. Dikarenakan pasca pertemuan Matungkas, lahir propinsi baru, Sulutteng sebagai pemekaran dari Propinsi Sulawesi.

Pada 31 Mei 1960. FJ Tumbelaka mengucapkan pidato radio (RRI) yang ditujukan kepada pihak Permesta.

Di pertengahan Juli 1960 Tjame Ticoalu berangkat lagi untuk menghubungi DJ. Somba. Dan pada 09 Agustus 1960, diadakan pertemuan ke-2 dengan DJ. Somba, Abe Mantiri dan Wiem Tenges di Popareng, Teluk Amurang (sekarang Minahasa Selatan). Pertemuan pada malam hari, FJ Tumbelaka datang melalui kapal yang berlabuh di lepas pantai dan dijemput oleh pihak Permesta dengan perahu.

Dalam pertemuan ke-2 itu menghasilkan :

  1. Telah timbul pengertian lebih baik tentang perkembangan dalam negeri.
  2. Politik tidak dipersoalkan lagi.
  3. Somba meminta rencana penyaluran untuk anggota-anggotaPermesta.

Hasil pertemuan ke-2 di Popareng Amurang itu, dilaporkan kepada MKN/KASAD Je derah AH Nasution pada tanggal 11 dan 12 Agustus 1960, sewaktu beliau mengadakan inspeksi di Manado.

Selanjutnya, pada 06 Oktober 1960, diadakan rapat di Tretes, JawaTimur dihadiri oleh Brigjend Ahmad Yani, Kolonel. Soerachman, Kolonel. Soenandar Pridjosoedarmo (waktu itu masih Kepala Staf KOANDA – Kalimantan), Kolonel. Kartidjo, Overste. Dr Soemantri dari SUAD – I, Overste Soetarto dan FJ Tumbelaka.  Didalam rapat tersebut ditetapkan garis-garis besar tentang penyaluran anggota Permesta.

Baca : Kantor Pusat Yayasan Permesta Sejahtera Indonesia Kini Resmi Beroperasi, Siap Perluas Jangkauan Layanan Sosial

No More Posts Available.

No more pages to load.