Minahasa, Portalsulutnew.com – PT Buana Propertindo Utama membantah keras tuduhan sebagai mafia tanah dalam kasus sengketa tanah di perkebunan Tumpengan, Desa Sea Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa.
Dalam keterangannya kepada awak media pada hari Jumat (28/11/2025), Kuasa Hukum PT Buana Propertindo Utama, Bertje Pandeirot Nelwan menilai tuduhan tersebut summier, tendensius, dan tidak berdasar.
“Tudingan tersebut tidak mendasar, karena semua proses kami jalankan sesuai aturan. Tuduhan ini harusnya dibuktikan, tidak bisa hanya dengan narasi,” tegas Bertje.
Ia menjelaskan bahwa tanah sengketa merupakan eks-Verponding 38 atas nama Sophia Van Essen yang pada 1953 beralih ke Yan Mumu melalui erfpacht Nomor 17/1953. Tanah tersebut kemudian dikonversi menjadi HGU dan selanjutnya tercatat atas nama PT Mumbers.
Mengacu pada Keppres dan Permendagri terkait, keluarga Yan, Doni dan Mince Mumu disebut memiliki hak prioritas untuk mengajukan penerbitan hak atas tanah negara. Proses itu menghasilkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 66, yang kemudian sebagian dijual kepada generasi penerus, termasuk Antoneta Mumu.
“Semua akta dibuat melalui PPAT dengan data fisik dan yuridis lengkap. Tidak ada proses yang melanggar aturan,” jelas Bertje.
Menurutny, pihak yang menuduh BPU sebagai mafia tanah telah dinyatakan tidak memiliki dasar hak oleh Pengadilan Negeri Manado dalam Perkara Nomor 515.
“Dalam putusan itu, kelompok penggarap yang menuntut ganti rugi disebut tidak berhak atas tanah dan tindakan mereka dikategorikan sebagai penyerobotan tanah secara bersama-sama,” ujarnya.
Ia berharap media yang memberitakan terkait perkara ini agar menjaga profesionalitas dan tidak menyebarkan tuduhan tanpa konfirmasi yang berimbang.
Adapun sengketa administratif melalui PTUN Manado dalam Perkara Nomor 19/2025 telah memasuki tahap kesimpulan dan dijadwalkan mendapat putusan pada 12 Desember 2025.

Secara terpisah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Minahasa menegaskan bahwa proses penerbitan sertifikat pada objek tanah yang tengah disengketakan di Desa Sea, Kecamatan Pineleng, telah dilakukan sesuai aturan dan prosedur resmi pertanahan.
Melalui Kepala Seksi Penetapan Hak, Syuhada Biki, BPN Minahasa menepis tuduhan bahwa sertifikat yang dipersoalkan merupakan dokumen ilegal atau palsu.
“Penerbitannya sah sesuai prosedur. Tidak ada yang bertentangan dengan regulasi,” tegas Syuhada.
Ia menjelaskan bahwa perubahan batas wilayah akibat pemekaran menyebabkan beberapa data lama tercatat di Malalayang Dua, namun hal tersebut tidak memengaruhi keabsahan sertifikat.
Sementara itu, Kepala Seksi Penelitian Sengketa BPN Minahasa, Merry menambahkan bahwa pihaknya selaku pihak tergugat dalam perkara TUN 3320 ini, dimana untuk objeknya sudah dilampirkan saat persidangan dan sudah jadi bukti terkait objek perkara, kemudian keterangan-keterangan yang sudah disampaikan juga telah diserahkan pada saat persidangan.
“Untuk persidangannya, memang sudah sampai pada kesimpulan. Kami juga sudah membalas dan sudah merangkum segala yang sudah kami tuangkan dan dijawab di duplik, maupun di pembuktian, bahkan kesaksian di kesimpulan itu. Jadi, kami tinggal menunggu putusan terhadap perkaranya,” ujar Kasie penelitian sengketa sembari menyebutkan bahwa saat adanya pembebesan lahan Ring Road 3, ada terbit surat keterangan dari Desa yang mana, bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa. (**)






